Maraton menjadi tren gaya hidup sehat sepanjang 2013.
Berbagai perlombaan maraton berlangsung di ibukota juga beberapa kota lainnya.
Hidup sehat dengan berolahraga menjadi pemicunya. Pasalnya, lari menjadi cara
termudah dan paling sederhana dalam berolahraga. Namun, apakah semudah itu
melakukan lari jarak jauh minimal sepanjang lima kilometer ini?
Jika ingin tubuh sehat sebagai hasil akhirnya, perlu ada kiat
dan persiapan/latihan tersendiri dalam melakukan lari jarak jauh. Dengan
menjalankan pola latihan tepat, bukan hanya sehat, prestasi pun bisa didapat
dari lari jarak jauh ini. Gatot Sudarsono, pelatih beberapa peserta lari 10K
yang didukung salah satu merek susu, serta Ketua Umum Indonesia Muda (klub road
run), berbagi kiatnya kepada Kompas Health."Tak perlu jadi atlet tapi bisa
punya rangking masuk 10 besar dalam lomba maraton misalnya," imbuh mantan
atlet nasional ini.
Lantas
seperti apa pola latihannya? Berikut penjelasan Gatot sekaligus mengungkap
fakta di balik latihan lari yang tepat:
* Latihan rutin 30 menit hingga dua
jam.
Untuk bisa mendapatkan banyak manfaat lari, cukup latihan
rutin 30 menit hingga maksimal dua jam. Namun, latihan ini tak bisa
sembarangan, karena harus terprogram jika ingin mendapatkan manfaat maksimal.
Menjalani program inilah yang menjadi tantangan sekaligus menuntut komitmen
dari pelari.
* Lihat kondisi.
Program latihan lari juga bergantung kondisi, kebutuhan,
kemampuan, serta tujuan si pelari. Tak ada program yang sifatnya mutlak. Selain
itu, program latihan lari juga perlu diperbarui dalam jangka waktu tertentu.
Artinya, untuk mendapatkan manfaat maksimal dari lari, Anda tak bisa sekadar
lari mengelilingi lapangan misalnya.
"Program
perlu update supaya ada peningkatan setiap kali latihan," tutur Gatot.
* Lari, bukan jalan cepat
Saat Anda lari, jangan pernah mencampurkan latihan dengan
jalan kaki.
"Saat
lari dengan kecepatan maksimum sama sekali tidak boleh mencampurnya dengan
jalan kaki. Boleh lari lebih pelan tapi jangan jalan," saran Gatot.
Lari yang dicampur dengan jalan kaki menimbulkan sejumlah
risiko. Utamanya melemahkan kekuatan otot. Padahal jika kekuatan otot
meningkat, kecepatan lari pun bisa bertambah karena jantung dan paru-paru juga
meningkat kekuatannya. Dampak positif lainnya jika kekuatan otot meningkat
adalah saat lari Anda tidak merasakan nafas terengah-engah. Beban tubuh pun
menjadi tidak seberat kalau Anda mencampur lari dengan jalan kaki.
* Kecepatan stabil
"Lari harus dilakukan dengan kecepatan stabil agar
kondisi tubuh tetap hangat. Suhu tubuh ini berpengaruh pada kecepatan
lari," ungkap Gatot. Karenanya, saat lari baik latihan jelang lomba atau
olahraga rutin, tetaplah konsisten berlari bukan mengombinasikan dengan jalan
kaki. Jika Anda mengganti lari dengan jalan kaki, apalagi jika berhenti
berlari, suhu tubuh menjadi dingin. Anda butuh energi lebih besar untuk memulai
lari dari nol.
"Biasanya
untuk memulai lari akan timbul rasa malas, kalau suhu tubuh sudah dingin,"
jelasnya.
Nah, bagaimana bisa Anda mencapai tujuan dari olahraga lari,
jika di tengah perjalanan muncul rasa malas. Lari pun tak bisa memberikan
manfaat maksimalnya karena rasa malas sudah melanda. Alhasil, harapan memiliki
tubuh bugar apalagi niatan menurunkan berat badan, akan semakin sulit tercapai.
* Jangan percaya latihan instan.
Kalau Anda berminat mengikuti berbagai ajang road run,
lakukan latihan yang terprogram dengan trainer, bukan yang instan lewat
tutorial di internet.
Gatot mengatakan banyak pelari yang salah kaprah saat memulai
program latihan. Terutama saat menyiapkan diri untuk mengikuti lari 10K
misalnya. Banyak pelari yang
mengandalkan program instan yang bisa didapatkan lewat internet.
“Banyak pelari yang salah kaprah. Latihan lari dengan buka internet dan
menjalani program baku. Padahal latihan lari tidak bisa baku,” jelasnya. Gatot
menjelaskan, kalau latihan dengan membuka internet, kita tidak bisa tahu
kemampuan fisik sejauh mana. Sementara kalau latihan terprogram sesuai
kebutuhan dan kondisi dengan bantuan
instruktur, kita bisa mengukur kemampuan diri. Kesalahan yang umum terjadi saat
latihan dengan program instan di internet adalah seseorang latihan tak sesuai
kemampuan. Atau dengan kata lain dipaksakan latihan padahal tubuhnya tak mampu
menjalani pola latihan tersebut.
* Latihan bersama instruktur.
Latihan bersama instruktur bukan hanya bisa merancang program
dengan melihat kemampuan tapi juga melihat sisi psikologis, kesehatan fisik,
bahkan makanan. Agar hasilnya maksimal, Gatot menyarankan sebaiknya cari
trainer yang memahami anatomi tubuh. Lagi-lagi, ini diperlukan untuk mencegah
terjadinya cedera.
* Latihan tepat cegah cedera.
Gatot melanjutkan, program latihan lari yang tepat bukan
hanya membantu mencapai garis finish dengan catatan waktu yang baik, namun juga
bisa mengurangi risiko cedera setelah lari. Karenanya, Gatot menyarankan untuk
tidak memaksakan diri mengikuti marathon jika tak menyiapkan diri dengan baik
lewat latihan tepat.
“Kalau dipaksakan bisa saja mencapai garis finish, namun
setelah lomba, otot bisa cedera dan tidak pulih setelah berhari-hari
pascalomba, lalu merasa sakit di bagian tertentu terutama kaki, bahkan bisa
sakit hampir di semua bagian tubuh,” Pola latihan yang keliru bisa menyebabkan
cedera hingga berbulan-bulan. Akibatnya, aktivitas harian pun terganggu,
kesakitan saat naik turun tangga, dan rasa sakit ini tidak kunjung hilang. “Kalau
sudah sakit berkepanjangan karena cedera akibat pola latihan keliru, tak cukup
pijat atau obat, bahkan bisa operasi,” tandasnya.
* Lebih efektif hasilnya pada wanita.
Gatot menambahkan melalui olahraga lari sebenarnya perempuan
bisa mendapatkan lebih banyak manfaat. Kalau punya komitmen keras, bukan hanya
prestasi yang bisa lebih cepat didapat. Manfaat olahraga lari juga bisa lebih
cepat terlihat pada perempuan.
"Dibandingkan pria, perempuan bisa lebih cepat
menurunkan berat badan dengan lari," ungkapnya.
Namun tidak hanya membutuhkan fisik yang kuat, ternyata lari
maraton juga membutuhkan kesiapan mental. Menurut Tina Haupert praktisi fitnes
dari Amerika Serikat, kesiapan mental akan sangat membantu fisik saat melakukan
lari maraton.
Nah, agar mental Anda siap dan mampu berlari jarak jauh,
Haupert memberikan kiat sebagai berikut.
1. Bagi jaraknya
Jika harus berlari sejauh 20 km, janganlah berpikir jarak
totalnya, namun bagilah jarak tersebut menjadi empat atau tiga, misalnya
menjadi 5 km. Ini akan membuat pikiran Anda tidak terlalu terbebani dengan
jarak yang belum Anda lewati. Aktivitas lari pun lebih mampu Anda kelola,
misalnya pada 5 km pertama kecepatan 7 menit per satu km, pada 5 km selanjutnya
kecepatan bisa Anda tingkatkan lagi, dan sebagainya.
2. Tentukan tujuan
Daripada hanya memikirkan jarak berlari yang membebani
pikiran Anda, Hupert menyarankan untuk menentukan tujuan berlari di rute lari
Anda. "Misalnya dalam rute, Anda akan melewati tiga sekolah, maka pikirkan
saja Anda berlari untuk menuju sekolah. Jangan hanya berfokus pada alat
pengukur jarak dan kecepatan Anda saja," kata dia.
3. Ajak teman
Penelitian menunjukkan, olahraga yang dilakukan bersama teman
akan lebih memotivasi. Khususnya pada lari jarak jauh, teman akan mengalihkan
perhatian Anda pada jarak dan membuat aktivitas berlari lebih menyenangkan.
4. Ucapkan kata-kata
motivasi
Menurut Hupert, kata-kata motivasi akan menyemangati Anda
saat tengah kelelahan berlari. Kata-kata motivasi seperti "kamu lebih kuat
daripada yang kamu pikirkan", atau "jangan menyerah" atau
"hasil terbaik didapat dari perjuangan keras" mungkin bisa Anda
ucapkan di tengah-tengah berlari.
5. Bayangkan Anda
sedang dalam kompetisi kelas dunia
Saat berada dalam kompetisi penting, Anda tentu memposisikan
diri Anda lebih kuat dari biasanya. Terlebih jika berpikir ada yang menonton
dan mengawasi saat Anda berlari. Nah, maka selalulah berpikir Anda sedang dalam
kompetisi yang membuat Anda tidak mengizinkan diri untuk berhenti ataupun
berjalan di tengah-tengah maraton.