BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qishash
القصاص, Qishash secara bahasa artinya mengintai atau mengikuti jejak
dari arah yang tidak diketahui oleh yang diikuti, seperti dalam firman
Allah;
وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ
(١١)
Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka
kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya. (QS
Al-Qasash 11)
Adapun secara istilah
syari’at Qishash maknanya, menghukum pelaku kriminal yang melakukannya dengan
sengaja (seperti pembunuhan, melukai atau memotong anggota tubuh dan
semisalnya) dengan hukuman yang sama dengan kriminalnya.
B.
Hukum Qishash
1.
Dalil
Al-Qur’an.
Allah
berfirman
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af
dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih. (Al-Baqarah
178)
Allah juga
berfirman;
Dan
Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah 45)
2. Dalil dari Sunnah
Rasul.
Dari Abu Hurairah beliau berkata,
Rasulullah bersabda;
يُقَادُ وَإِمَّا دَى يُو إِمَّا النَّظَرَيْنِ بِخَيْرِ فَهُوَ قَتِيلٌ
لَهُ قُتِلَ مَنْ
Barang siapa yang mendapati keluarganya
dibunuh maka dia berhak memilih dua perkara antara diyat dan qisash. (HR Bukhari
6372)
3. Ijma’ dan
Kesepakatan Ulama.
Para ulama dari berbagai madzhabnya dari
dahulu sampai sekarang, bahkan semua agama samawiyah (agama yang diturunkan
Allah dari langit), telah sepakat bahwa qishash termasuk perintah agama yang
disyari’atkan.
C.
Pembagian Qishash
Qishash
terbagi menjadi dua macam:
1.
Qishash jiwa/nyawa (yaitu, seorang
yang menghilangkan nyawa dibalas dengan menghilangkan nyawa)
2.
Qishash angota badan (yaitu,
seorang yang melakukan aniaya terhadap orang lain tetapi tidak sampai menghilangkan nyawa,
dibalas dengan semisal perbuatannya
Qishash hanya diperlakukan terhadap
orang yang membunuh dengan sengaja saja, adalah jika tidak sengaja atau keliru
maka tidak ada qishash baginya.
Adapun membunuh dengan sengaja, yaitu
seorang menyengaja menyerang orang yang
terpelihara nyawanya dengan sesuatu yang diduga kuat dapat membunuhnya.
D.
Syarat-Syarat Qishash
1.
Syarat Kewajiban Qishash
Secara umum, wali (keluarga) korban
berhak menuntut qisas, apabila telah syarat-syarat berikut ini telah terpenuhi:
a.
Pembunuh harus seorang yang baligh dan
berakal, jika yang membunuh adalah anak yang belum baligh atau orang gila maka
tidak ada qishosh, hal ini didasari oleh sabda Rasulullah,
‘’Pena diangkat dari tiga golongan, dari anak- anak sampai baligh,
dari orang tidur sampai bangun dan dari orang yang gila sampai sadar.’’
b.
Korban pembunuhan harus seorang yang
maksum (harta dan darahnya haram untuk ditumpahkan), mereka adalah seorang
muslim, dan orang kafir yang bukan harbi.
Adapun
kafir harbi, orang islam yang murtad, pezina muhshan, atau selainnya, jika ada
seorang muslim yang membunuh mereka tanpa ada perintah dari imam/ pemimpin yang
sah, maka yang membunuh tidak boleh diqishash tetapi mereka dihukum sebab
kelancangannya kepada imam/pemimpinnya yang sah.
c.
Korban pembunuhan harus setara dengan
pembunuhnya dalam agamanya dan status kemanusiannya (merdeka atau budaknya).
Suatu
contoh, jika seorang majikan (seorang
merdeka) membunuh seorang budak, atau jika seorang muslim membunuh orang kafir
yang bukan harbi, maka tidak qishash bagi pembunuhnya karena yang dibunuh tidak
setara dengan yang membunuh, hanya saja, imam/pemimpin yang sah mengadakan
hukuman yang layak buatnya pembunuh tanpa mengqishashnya.
Adapun
pembunuhnya, maka tidak disyaratkan harus setara dengan yang dibunuh, karena
kesetaraan yang dimaksud adalah untuk mencegah adanya orang yang lebih rendah
kedudukannya mengqishosh orang yang lebih tinggi kedudukannya.
Suatu
contoh, jika seorang budak membunuh seorang majikan (orang merdeka), atau orang
kafir membunuh orang islam, maka qishosh tetap dilakukan bagi pembunuhnya
walaupun antara pembunuh dan yang dibunuh tidak setara statusnya, sebab yang
ada kekurangan disini adalah yang membunuh.
d.
Pembunuh bukan orang tua dari yang
dibunuh. Jika yang membunuh adalah orang tuanya sendiri, baik bapak, kakek dan
terus keatasnya, atau ibu, nenek dan terus ke atasnya, maka tidak ada qishash
bagi mereka, mereka (mayoritas ulama) mengatakan bahwa orang tua penyebab adanya
sang anak,maka tidak selayaknya anak mengqishash orang tuanya. Hal ini didasari
oleh sebuah hadits; ‘’Tidak boleh
diadakan hukuman di masjid- masjid, dan tidak di qishash orang tua sebab
membunuh anaknya.’’
2.
Syarat Pelaksanaan Qishash
Apabila
syarat-syarat kewajiban qishash terpenuhi seluruhnya, maka syarat-syarat
pelaksanaannya masih perlu dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah:
a.
Para penuntut qishash harus sudah baligh
dan berakal, jika ada diantara mereka belum baligh, maka harus ditunggu sampai
baligh supaya diketahui dengan benar bahwa dia menuntut qishash atau
mema’afkan, sebagaimana Mu’awiyah menahan qishashnya Hudbah bin Khasyram sampai
anak korban yang di bunuh menjadi baligh, demikian juga jika ada yang gila
harus ditunggu sampai sembuh dari gilanya.
b.
Semua penuntut qishash sepakat atas
tuntutannya dan tidak satu pun dari mereka yang mema’afkan, hal ini lantaran
hak qishash adalah hak yang dimiliki oleh para ahli waris dan mereka semua bersekutu
dalam kepemilikan qishash ini, jika ada seorang dari mereka mema’afkan, maka
gugurlah kewajiban qishash tersebut, Allah berfirman:
Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang
baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan
suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa
yang sangat pedih. (QS Al-Baqarah
178)
Syaikh Ibnu Utsaimin
berkata,’’kalimat شَيْءٌ
(suatu pema’afan) jenis kalimatnya adalah nakirah dalam bentuk persyaratan,
maka (dalam kaidah ushul) bermakna umum mencakup sedikit atau banyak, jadi jika
yang ada dari ahli waris korbannya mema’afkan walaupun satu dari seratus orang,
maka tidak boleh diqishash.
c.
Qishash yang ditegakkan tidak menjalar
mudharatnya kepada jiwa lain yang tidak bersalah, seperti seorang wanita yang
akan diqishash sedangkan ia sedang hamil, maka tidak boleh diqishash karena
akan menjalar mudharatnya kepada janinnya, dan dalam kondisi seperti ini qishash
ditegakkan setelah melahirkan, hal ini didasari oleh firman Allah;
4
wur âÌs? ×ouÎ#ur
uøÍr 3t÷zé&ÏmÏù
r ÇÊÏÍÈ
Dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (QS Al-An’am 164)
Para ulama bersepakat bahwa setelah
melahirkan, jika dijumpai ada yang menggantikannya untuk menyusui anaknya, maka
wanita ini segera diqishash, karena ada yang menanggung kehidupan anaknya,
tetapi jika tidak dijumpai wanita lain yang bisa menyusui anaknya, maka
ditangguhkan qishashnya sampai selesai menyusui. Hal ini didasari oleh hadits
khusus dalam masalah ini, sabda Rasulullah; ‘’Apabila seorang wanita sengaja
membunuh, maka tidak boleh diqishash sehingga melahirkan janinnya, dan sehingga
dia memelihara anaknya.’’ (HR.Muslim 2225)
d.
Harus setelah adanya persetujuan dan
keputusan imam/pemimpin yang sah atau wakilnya. Qishash tidak ditegakkan
kecuali setelah imam/pemimpin kaum muslimin atau wakilnya menetapkan ditegakkan
hukum qishash itu, hal ini lantaran; -
Para ulama sepakat bahwa qishash ditegakkan dengan keputusan
imam/pemimpin yang sah atau wakilnya.
- Hukum qishash adalah
diikat dengan syarat- syarat tertentu yang harus dipenuhi, dan terpenuhi
syarat- syarat tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan keputusan seorang
imam atau wakilnya seperti hakim dan semisalnya.
- Jika hal hukum qishash diserahkan langsung
kepada manusia tanpa ada keputusan imam, maka hal itu akan menimbulkan
kegoncangan masyarakat dan hilangnya rasa aman, masing- masing akan membunuh musuhnya
dengan dalih hukum qishash.
e.
Hukuman qishash harus disaksikan oleh
ahli waris yang menuntut qishash, hal ini karena dua sebab;
- Kedatangan para penuntut qishash untuk
melihat ditegakkannya hukum qishash ini bisa meluluhkan hati para penuntut
qishash atau salah satunya karena merasa kasihan, lalu mereka mema’afkan,
sehingga hukum qishash menjadi
batal, dan memberi ma’af adalah satu
sikap yang dianjurkan dalam Islam.
- Jika mereka tidak datang melihat hukuman
qishash ini, maka ada kemungkinan mereka telah mema’afkan orang yang akan
dihukum qishash, dan untuk mengetahui mereka tetap tidak mema’afkannya , maka
mereka harus datang meyaksikan.
f.
Pelaksanaan hukuman qishash harus
dihadiri oleh imam/pemimpin yang sah atau wakilnya, karena sangat memungkinkan
terjadi kedhaliman atau melampaui batas saat menegakkan qishash, hal itu sebab
rasa benci, marah, atau sebab lain pada
penuntut qishash. Allah berfirman;
Barangsiapa
yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang
bertakwa. (QS Al-Baqarah 194)
E.
Qishash
Anggota Tubuh
Qishash anggota tubuh, yakni hukum qishash atau tindak pidana
melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota tubuh.
Hukum
Qishash terhadap tindak kriminal anggota tubuh telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an seperti pada surat Al-Maidah : 45 di
atas.
Syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaan qishash terhadap anggota tubuh sama halnya syarat yang harus
dipenuhi dalam pelaksaan qishash dalam masalah pembunuhan. Namun untuk melaksanakan
hukum qishash yang menimpa bagian anggota tubuh ada tiga syarat tambahan yang
harus dipenuhi:
1.
Memungkinkan pelaksanaan qishash ini
berjalan secara adil dan tidak melahirkan penganiayaan baru. Misalnya memotong
persendian siku, pergelangan tangan, atau kedua sisi hidung yang lentur, bukan
tulangnya. Maka tidak ada qishash pada tubuh bagian dalam, tidak pula pada
tengah lengan dan tidak pula pada tulang yang terletak di bawah gigi (tulang
rahang).
2.
Nama dan letak anggota tubuhnya sama.
Karenanya, bagian anggota yang kanan tidak boleh dibalas dengan bagian anggota
badan yang kiri, bagian anggota tubuh yang kiri tidak boleh dengan yang kanan,
jari kelingking tidak boleh dengan jari manis, dan tidak pula sebaliknya karena
tidak sama dalam hal nama, dan tidak pula bagian anggota tubuh yang asli
dibalas dengan yang tambahan (melalui proses operasi) karena tidak sama dalam
letak dan daya manfaatnya.
3.
Kondisi
bagian anggota tubuh si penganiaya harus sama dengan yang teraniaya dalam hal
kesehatan dan kesempurnaan. Oleh sebab itu, tidak boleh anggota tubuh yang
sehat dibalas dengan yang berpenyakit dan tidak pula tangan yang sehat lagi
sempurna dibalas dengan tangan yang kurang jari-jarinya: namun boleh
sebaliknya.
F.
Hal-Hal
yang Membatalkan Qishash
Hukum qishash yang telah terpenuhi syarat- syarat diatas bisa batal
jika terdapat salah satu dari 3 (tiga) perkara, yaitu;
1.
Mati
sebelum diqishash.
Jika orang yang hendak diqishash meninggal
dunia, maka batal-lah qishash baginya sebab dialah yang harus diqishash dan
tidak diwariskan kepada siapapun. Adapun masalah diyat, maka sebagian ulama
mewajibkan keluarganya membayar diyat dan sebagian lain tidak mewajibkannya.
2.
Salah
satu ahli waris atau semuanya mema’afkan.
Jika ada salah satu ahli waris korban
mema’afkan orang yang telah ditetapkan hukum qishash baginya, maka batal-lah
qishash tersebut, sebab qishash merupakan hak ahli waris secara bersekutu, dan
salah satu mereka telah menggugurkan haknya, sebagaimana keterangan di atas
pada QS. Al-Baqarah 178.
3.
Apabila
ahli waris korban dengan pelaku kriminal sepakat untuk damai.
Para fuqaha sepakat bolehnya berdamai
untuk membatalkan qishash, baik dengan persyaratan membayar diyat atau tidak,
baik sepakat atas diyat yang lebih besar dari yang disebutkan syari’at atau
lebih sedikit dari yang disebutkan, baik dibayar tunai atau dengan tempo,
karena diyat adalah hak mereka (manusia).
G. Hikmah Qishash
1.
Terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh.
Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat
perbuatan membunuh orang, tentu ia takut membunuh orang lain.
2.
Menjaga masyarakat dari kejahatan dan
menahan setiap orang yang akan menumpahkan darah orang lain. Yang demikian itu
disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :
Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa.
(QS.
Al-Baqarah 179)
3.
Mewujudkan keadilan dan menolong orang
yang terzalimi, dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas
kepada pelaku seperti yang dilakukan kepada korban.
4.
Menjadi sarana taubat dan penyucian dari
dosa yang telah dilanggarnya, karena qisas menjadi kafarah (penghapus dosa)
bagi pelakunya.