Selamat datang di sagoe pawang glee !

silahkan di lihat-lihat blog yang sederhana ini.

Here we go !!!

Silahkan masuk !!!.

Permainan kami disini

sebuah petualangan dan drama kehidupan.

perjalanan dan petualangan

touring bersama keliling aceh !.

Hal gila yang pernah kami lakukan bersama

yupss.. ini lah beberapa hal yang gila yang pernah kami lakukan bersama (unit 4).

Translate this

Selasa, 10 Februari 2015

Hasil penelitian : problematika parkir

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perparkiran bukanlah suatu fenomena yang baru, Perparkiran ( Parking Area ) merupakan masalah yang sering dijumpai dalam sistem transportasi. Masalah perparkiran tersebut akhir - akhir ini terasa sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan, dimana kendaraan yang melewati tempat- tempat yang mempunyai aktivitas tinggi laju pergerakannya akan terhambat oleh kendaraan yang di parkir sembarangan, hal ini  dapat  menyebabkan  kemacetan.  Pada  umumnya  hal ini sering terjadi di sekitar tempat atau pusat kegiatan seperti : Universitas, perkantoran, sekolah, pasar, rumah makan dan lain sebagainya.   
Sehubungan dengan masalah tersebut, perlu diadakannya evaluasi parkir  di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN  Arraniry Banda Aceh. Sebagaimana kita ketahui tempat parkir ini masih semrawut dan masih rawan terhadap tindak kriminal. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi gangguan yang terjadi di sepanjang ruas jalan di Fakultas Tarbiyah dan  menciptakan  kondisi  yang  lebih  teratur  dan  terarah.
Dalam usaha menangani masalah ini perlu dilihat kembali, seperti pengadaan lahan parkir yang cukup serta pemodelan yang tepat terhadap tempat parkir yang akan dibangun serta sarana prasarana yang memadai.




B.     Rumusan Masalah
Dengan berdasarkan pada latar belakang yang tersebut di atas, peneliti ingin meninjau hal- hal berikut:
1.      Bagaimana karakteristik parkir pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) ?
2.      Bagaimana upaya menghindari kasus pencurian kendaraan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ?
3.      Berapa kebutuhan Ruang parkir yang harus disediakan ?
4.      Bagaimana tindakan Fakultas terhadap parkir yang sekarang ?
C.    Metode Pengumpulan Data
1.      Wawancara
Bentuk wawancara yang kami lakukan adalah dengan mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu, dan yang kami wawancarai adalah Kepala Tata Usaha, Pembantu Dekan III, satpam, dan mahasiswa.
2.      Observsi
Bentuk observasi yang peneliti lakukan adalah dengan cara pengamatan terlibat, peneliti ikut terlibat langsung dalam penelitian tersebut demi mendapatkan informasi yang lebih aktual. Yang diamati peneliti adalah keadaan ke tiga perparkiran Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, mulai dari keadaan lahan parkir serta kendaraan yang diparkir sembarangan.








D.    Hasil Penelitian
1.      Pengelolaan  Parkir Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Dalam membahas masalah Perparkiran Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK), ternyata masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini berkaitan dengan kurangnya keamanan serta kenyamanan mahasiswa, masalah ini sering disebabkan banyaknya kendaraan yang diparkir sembarangan yang menyebabkan sempitnya lahan parkir, dan menjadi salah satu penyebab kemacetan saat jam pulang akibat kendaraan yang terparkir tidak semestinya. [1]
Mengenai hal ini Munawir selaku mahasiswa mengungkapkan,
“ Bagi saya kurang nyaman, karna kadang-kadang jika saya terlambat pergi kuliah, ada yang memarkir kendaraan asal-asalan maka kereta lain tidak bisa lewat. Terkadang kita harus memarkir kendaraan  diluar (area parkir) dan keamanannya tidak terjamin.”[2]
       Dalam masalah ini hal yang sama juga di utarakan Nurul Hayati,  
“Mungkin pendapat saya pengelolaan parkir di FTK ini tidak maksimal, dikarenakan kondisinya tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan banyak mahasiswa yang kewalahan saat mengeluarkan kendaraan. [3]
Dalam pengamatan peneliti sering mendapati kendaraan yang terparkir sembarangan dan seringkali mengganggu para pengguna parkir yang lain. Masalah ini diperparah lagi oleh minimnya petugas yang mengawasi area parkir FTK.[4]
2.      Masalah Tindak Kriminal di FTK
Sebagaimana yang telah diketahui, dilihat dari segi kurangnya keamanan serta kenyamanan FTK. Hal ini mengakibatkan timbulnya masalah lain, banyak kasus terjadi kehilangan seperti sepeda motor maupun helm. Tindak kriminal ini mulai sering terjadi semenjak dibukanya gerbang utama UIN AR RANIRY,[5] yang letaknya berdekatan dengan FTK. Kasus pencurian ini juga disebabkan oleh kecerobohan mahasiswa sendiri, yang seringkali lupa mengambil kunci sepeda motor mereka. Adapun informasi yang kami dapat dari bapak Supriadi selaku Ketua Tata Usaha FTK, beliau mengatakan,
“Sejak dibukanya pintu gerbang utama UIN Ar- Raniry telah terjadi kehilangan 9 unit sepeda motor  mahasiswa. banyak diantaranya terjadi karena kelalaian mahasiswa yang lupa mengambil kunci di sepeda motor.”[6]
     Jika di lihat dari satu sisi mahasiswa sendiri juga bertanggung jawab atas kehilangan sepeda motor di FTK, yang penyebabnya adalah dari kelalaian mereka sendiri.
3.      Penanggulangan keadaan parkir FTK
Perparkiran FTK yang sekarang memang memiliki kekurangan, dalam menghadapi problem ini pihak kampus telah berkerjasama dengan aparat kepolisian setempat. Seperti yang di katakan Irfan selaku Satpam FTK. Hal ini bertolak belakang dengan anggapan mahasiswa, yang menganggap Fakultas tidak memperdulikan masalah Parkiran.
 Seperti yang dikatakan Munawir,
“Mengenai kehilangan barang, ini adalah problem yang saya sangat sayangkan, yang pertama pihak rektorat dan pihak kampus tidak menggubris apa yang terjadi, misalnya seperti di FTK kemarin sudah 2 kali kehilangan kendaraan mahasiswa. Orang di FTK baik dosen, pegawai,satpam tidak menggubris karena dianggap hal biasa. Seharusnya kampus harus bertindak jangan sampai tiap hari kehilangan kendaraan dan membuat mudah terjadi lagi kasus pencurian dan mahasiswa pun tidak nyaman.” [7]
      Selain berkerjasama dengan Polsek setempat, pihak kampus juga mulai membangun Pos-pos di pintu gerbang dan keluar UIN ARRANIRY. Peneliti mendapat informasi dari KTU dan Satpan FTK, bahwasanya tahun 2015 akan diberlakukannya parkir Berbayar, hal ini dilakukan untuk meminimalisir kasus kriminal di UIN ARRANIRY.[8] Dengan diadakannya parkir berbayar, tentunya pihak kampus harus meningkatkan pula kualitas parkiran, mulai dari perluasan lahan, sarana prasarana serta para petugas yang lebih bertanggung jawab.
      Hal ini cukup baik bagi mahasiswa seperti yang diungkapkan Nuzul Ramadhan,
“Menurut saya setuju, tapi yang namanya berbayar sarana prasarananya harus lebih. Boleh berbayar, tapi mencakup hal seperti waktu hujan tidak basah itu baru boleh, tapi jika sama seperti yang sekarang maka sama saja dan mahasiswa berat untuk membayar. Jika sarana prasarana bagus maka wajar untuk kita bayar. [9]
      Dalam bentuk pengamanan masalah perparkiran, parkir berbayar merupakan sebuah solusi untuk memecahkan masalah, tapi dilain pihak pasti ada pro dan kontra terhadap keputusan ini. Hal ini disebabkan tidak semua mahasiswa akan menerima keputusan yang dibuat oleh pihak kampus. Masalah ini haruslah jelas supaya dikalangan mahasiswa tidak ada yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan baru yang diterapkan kampus.
      Masalah ini juga diutarakan oleh Pembantu Dekan III,
“Satu keputusan pasti ada plus dan minus, kalau kita tidak mengambil uang satu rupiahpun siapa yang urus, misal kita pergi ke penayong kita berhenti di depan pasar orang satu menit saja, waktu balik langsung ada priiiet (bunyi peluit parkir), ‘’mana uangnya, 2000’’, itu satu menit lho berhenti padahal kita berhenti Cuma fotocopy saja, fotocopy 1000 uang parkir 2000, kalau ini sehari penuh. Jika tidak diterima jadi masalah, tapi jika memang demikian saya rasa mahasiswa yang sadar dengan kepentingan bersama dan kenyamanan dia saya rasa tidak mungkin ditolak. Misalnya seribu untuk sehari penuh kan dia masuk pagi maka hari itu tidak akan diambil lagi, mungkin demikian. Saya kurang tahu pasti mekanismenya.”[10]
      Hal sama juga diutarakan Munawir, mengenai sarana prasarana untuk memantau parkiran,
“Dipasangnya CCTV, dengan adanya CCTV kampus kita ini akan terjamin keamanan parkirnya. kenapa, karena jika system parkir kita menggunakan CCTV apabila kehilangan kendaraan kita akan tahu apa yang terjadi dan wajah pencurinya akan terpapar, apalagi sekarang ada E KTP maka kita akan tahu wajah  pelaku.” [11]

4.      Perbandingan ke tiga Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
a.       FTK A
Salah satu hal yang cukup baik dari FTK A adalah keadaan parkir yang cukup teratur dan luas. Tapi, jika dilihat dengan teliti masih ada segelintir mahasiswa yang memarkir kendaraan dengan tidak teratur. Masalah ini mungkin terjadi dikarenakan minimnya petugas serta kurangnya kesadaran mahasiswa.[12]
b.      FTK B
Dalam melakukan Observasi peneliti membandingkan, bahwasanya diantara ketiga FTK yang paling diprioritaskan keamanannya adalah FTK B.        Hal yang senada juga dikatakan oleh Nuzul Ramadhan,
“Menurut saya parkir yang di prioritaskan gedung B, Alhamdulillah saya selalu kena di ketiga fakultas, jadi yang sedikit terkoordinir yang tampak jelas di gedung B, malah saya prihatin dengan gedung C.” [13]
      Mengapa demikian, dikarenakan sering terlihatnya beberapa petugas yang mengawasi perparkiran B, meskipun ada segelintir yang melakukan parkir sembarangan. Masalah ini dianggap wajar karna kurang luasnya lahan parkir FTK B.[14]
c.       FTK C
Dari ketiga Fakultas, yang paling kurangnya perhatian adalah FTK C. Peneliti melihat masih banyaknya mahasiswa yang memarkir kendaraan sembarangan, petugas pun tidak ada yang menegur dan bahkan lebih parahnya lagi ada sebagian mahasiswa yang memarkir kendaraan mereka di samping dinding Fakultas. Masalah ini terjadi dikarenakan kurangnya lahan parkir serta tidak memadai, seperti seringnya tergenang air dimusim hujan yang menyebabkan beceknya tempat parkir.[15] Hal yang sama juga diutarakan oleh Nuzul Ramadhan selaku mahasiswa, menurut beliau parkiran FTK C,
“Semeraut, bahkan tempat parkirnya kalau hujan becek,  kotor.[16]

5.      Solusi kedepannya
Selama menjadi UIN AR-RANIRY telah terjadi perubahan di seputaran kampus, khusus nya masalah parkir di FTK. Dalam menghadapi problematika parkir pihak kampus rencananya akan melakukan kebijakan baru yaitu parkir berbayar di tahun 2015. Hal ini dilakukan sebagai tanggung jawab kampus terhadap perparkiran serta meminimalisir kasus kriminal yang berupa pencurian sepeda motor. Maka dari itu, pihak kampus juga mengharapkan mahasiswa agar lebih berhati-hati dalam memarkir kendaraan mereka.
Hal ini mulai dengan di bangun nya pos-pos keamanan di kedua gerbang kampus, ini merupakan langkah awal dari bentuk pengamanan yang mulai serius di perhatikan oleh kampus UIN AR-ARRANIRY untuk mengurangi pencurian baik pencurian sepeda motor maupun helm.[17]

































[1] Observasi 18 desember 2014
[2] Wawancara 22 desember 2014
[3] Wawancara 22 desember 2014
[4] Observasi 22 desember 2014
[5] Observasi 22 desember 2014
[6] Wawancara 22 desember 2014
[7] Wawancara 22 desember 2014
[8] Observasi 2 januari 2015
[9] Wawancara 23 desember 2014
[10] Wawancara 8 januari 2015
[11] Wawancara 2 desember 2014
[12] Observasi 27 desember 2014
[13] Wawancara 23 desember 2014
[14] Observasi 31 desember 2014
[15] Observasi  22-24 desember 2014
[16] Wawancara 23 desember 2014
[17] Observasi 2 januari 2014

contoh proposal penelitian

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perparkiran bukanlah suatu fenomena yang baru. Perparkiran ( Parking Area ) merupakan masalah yang sering dijumpai dalam sistem transportasi. Masalah perparkiran tersebut akhir - akhir ini terasa sangat mempengaruhi pergerakan kendaraan, dimana kendaraan yang melewati tempat- tempat yang mempunyai aktivitas tinggi laju pergerakannya akan terhambat oleh kendaraan yang parkir di badan jalan, sehingga hal ini  dapat  menyebabkan  kemacetan. Pada  umumnya  kendaraan yang parkir di pinggir jalan berada di sekitar tempat atau pusat kegiatan seperti : Universitas, perkantoran, sekolah, pasar, rumah makan dan lain sebagainya. Dalam usaha menangani masalah ini perlu dilihat kembali, seperti pengadaan lahan paarkir yang cukup serta pemodelan yang tepat terhadap tempat parkir yang akan dibangun. Secara umum parkir dibagi menjadi 2 jenis yaitu : parkir di badan jalan ( on street parking ) dan parkir di luar badan jalan (off street parking  ). Dimana  parkir di  badan jalan merupakan masalah   utama   yang   menyebabkan   terganggunya pengguna jalan.    
Sehubungan dengan masalah tersebut, perlu diadakannya evaluasi parkir dalam hal ini adalah di Fakultas Tatbiyah UIN  Arraniry. Yang mana parkir di Tarbiyah ini terbagi dua on street parking dan off street parking, sebagaimana kita ketahui kedua tempat parkir ini masih semrawut dan masih rawan terhadap tindak criminal. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi gangguan yang terjadi di sepanjang ruas jalan di Fakultas Tarbiyah dan  menciptakan  kondisi  yang  lebih  teratur  dan  terarah.
B.     Rumusan Masalah
Dengan berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas,penulis ingin meninjau hal- hal berikut:
1.    Bagaimana karakteristik parkir pada badan jalan ( on street parking ) dan parkir di luar badan jalan ( off street parking ) di Fakultas Tarbiyah.
2.    Bagaimana upaya menghindari kasus pencurian kendaraan di Fakultas Tarbiyah.
3.    Berapa kebutuhan Ruang parkir yang harus disediakan.
4.    Bentuk pola sudut parkir yang tepat digunakan baik parkir  pada  badan  jalan  (  on  street  parking  )  dan parkir di luar badan jalan ( off street parking ) di di Fakultas Tarbiyah
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan tugas ini adalah :
1.      Menentukan kararteristik parkir pada badan jalan ( on street parking ) dan parkir di luar badan jalan ( off street parking ) di Fakultas Tarbiyah.
2.      Mencari solusi tentang maraknya pencurian kendaraan dan helm di Fakultas Tarbiyah.
3.      Menentukan kebutuhan Ruang parkir yang harus disediakan baik parkir pada badan jalan ( on street parking ) dan parkir di luar badan jalan ( off street parking  ).
4.      Menentukan  bentuk  pola  sudut  parkir  yang  tepat digunakan baik parkir pada badan jalan ( on street parking ) dan parkir di luar badan jalan ( off street parking ) di Fakultas Tarbiyah.
D.    Mamfaat penelitian
1.      Mahasiswa dapat menganalisa dan mengevaluasi perparkiran Fakultas, sehingga dapat menetukan kebutuhan ruang parkir yang harus disediakan.
2.      Mahasiswa dapat mengantisipasi hal - hal yang tidak di inginkan seperti kasus pencurian.
3.      Mahasiswa dapat memahami dan mempergunakan dengan baik fasilitas perparkiran yang sudah ada sekarang.
E.     Penjelasan Istilah
Adapun istilah-istilah yang digunakan  dalam penelitian ini adalah :
1.      Parking area adalah tempat parkir
2.      On street parking adalah istilah untuk parkir diatas badan jalan
3.      Off street parking adalah istilah parkir diluar badan jalan
F.     Hipotesis


G.    Metodologi Penelitian
Sumber data :
1.      Sumber data Primer dan Sekunder
                                                                                                           
2.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Tarbiyah,,,
b.      Sampel
Sampel didalam penelitian ini adalah beberapa Mahasiswa,


3.      Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalahTempat parkir kampus UIN Ar-raniry khususnya di Fakultas Tarbiyah. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal      sampai tanggal   . penelitian ini dilakukan selama    hari.





makalah ushul fiqh : IFTA’, TAQLID, TALFIQ DAN HIDAYAH

IFTA’, TAQLID, TALFIQ DAN HIDAYAH

D
I
S
U
S
U
N

Oleh


Heri Ananda : 211222438





FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2014












KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Ifta’, Taqliq, Talfiq dan Hidayah”  ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Ushul Fiqh.
            Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.








Banda Aceh, Desember 2014


Penulis









DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………….….……………………...…i
Daftar isi………………..…………………………………...……………..............ii

Bab I Pendahuluan..................................................................................................1
a)     Latar Belakang......................................................................................1
b)    Rumusan Masalah.................................................................................1
Bab II Pembahasan………………………..…………...……………………........2
a)     Ifta’, ......................................................................................................2
b)    Taqliq....................................................................................................4
c)     Talfiq  ...................................................................................................7
d)    Hidayah.................................................................................................9

Bab III Penutup…..………………………………………………………….......11
Kesimpulan.............................................................................................................11
Daftar Pustaka…………..……………………………………………...………..12


 BAB I
PENDAHULUAN
A.   latar belakang
Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW agar menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Ajaran-ajaran Rasulullah SAW diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjadi petunjuk bagi umat Islam. Petunjuk-petunjuk tersebut dapat dipahami melalui sunnah Rasul. Sunah Rasul dipahami oleh para Sahabat dan para Tabi’in dalam persepsi yang berbeda. Maka itu semua menimbulkan berbagai ajaran dalam Agama Islam. Kemudian para Imam-imam salaf As-Shaleh mencoba untuk menjelaskan kembali itu semua dalam pandangan mereka yang intinya satu, yaitu ajaran Rasul. Sehingga dari berbagai pandangan para ulama, maka lahirlah istilah mazhab.
Dalam perkembangannya, timbul permasalahan apakah seseorang boleh untuk berpindah mazhab atau menggabungkan antara mazhab yang satu dengan yang lainnya yang disebut dengan Talfiq. Kemudian dari kaidah-kaidah yang telah dirumuskan oleh Imam Mazhab, muncullah permasalahan-permasalahan baru. Oleh sebab itu, diperlukan adanya fatwa-fatwa atas permasalahan tersebut demi kemaslahatan bersama. Maka, dalam makalah ini, kami akan membahas tentang Taqliq, Talfiq dan segala yang berkaitan dengan fatwa (Ifta’).
B.     RUMUSAN MASALAH
·         Ifta’
·         Taqliq
·         Talfiq 
·         Hidayah




BAB II
PEMBAHASAN
A.   IFTA’
Ifta artinya memberikan penjelasan, secara definitif  memang sulit merumuskan tentang arti ifta’ atau fatwa itu, namun dapat di rumuskan sebagai berikut, yaitu  “Usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya”.Dari rumusan sederhana tersebut, dengan mudah diketahui hakikat atau ciri-ciri tertentu dari berfatwa tersebut, yaitu :
a)      Ia adalah usaha  yg memberikan  penjelasan.
b)      penjelasan yang diberikan ialah tentang hukum syara’yang diperoleh melalui hasil ijtihad.
c)      yang memberikan penjelasan adalah  orang yang ahli dalam bidang yang dijelaskannya itu.
d)     penjelasan itu diberikan kepada orang yang bertanya yang belum mengetahui hukumnya
penjelasan tentang kriteria tersebut, sekaligus menjelaskan rukun dari ifta, yaitu:
a)      Ia adalah usaha  yg memberikan  penjelasan.
ada pakar ushul fiqh yang membandingkan ifta’ dengaan ijtihad, ia menyimpulkan bahwa ifta’ itu lebih khusus dari pada ijtihad. kekhususan itu adalah: ifta’ dilakukan setelah orang bertanya, sedangkan ijtihad dilakukan tanpa menunggu adanya pertanyaan dari pihak manapun.[1]
            Referensi lain mengatakan bahwa ijtihad adalah usaha menggali hukum dari sumber dan dalilnya, sedangka ifta’ adalah usaha menyampaikan hasil penggalian melalui ijtihad tersebut kepada orang yang bertanya. ifta adalah salah satu cara menyampaikan hasil ijtihad kepada orang lain melalui ucapan atau melalui perbuatan seperti ketukan palu seorang hakim di pengadilan .
b)      orang yang menyampaikan jawaban hukum terhadap orang yang bertanya yang disebut mufti. sifat sifat ideal bagi seorang mufti adalah :
·         Kuat niatnya. Diharapkan bagi seorang mufti dalam memberikan fatwa hanya semata-mata karenaa Allah.
·         berpengetahuan, sabar, penuh hormat dan tenang. pengetahuan merupakan modal yang sangat penting bagi seorang mufti.
·         kuat terhadap yang dikuasainya dan terhadap yang diketahuinya. dan sebagainya yang baik dalam agamanya.[2]
c)      orang yang meminta penjelasan hukum kepada yang telah mengetahui nya disebabkan oleh ketidak tahuan tentang hukum suatu kejadian (kasus) yang terjadi. orang ini disebut mustafti.
d)     materi jawaban hukum syara’ yang disampaikan oleh mufti kepada mustafti yang diisebut Fatwa. Fatwa adalah hukum syara’ yang disampaikan oleh mufti kepada mustafti,  bukan hal hal yang berada diluar hukum syara’. hukum syara itu adalah hasil ijtihad seorang mujtahid.
Bagi orang Awam menanyakan masalah kepada para ahli diperintahkan oleh tuhan dalam firmannya!
Artinya: Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.






B.   TAQLID
1. Pengertian
Kata Taqlid, fi`ilnya adalah Qallada, Yuqallida, Taqliidan, Artinya mengalungi,meniru, mengikuti. Ulama ushul fiqh mendefinisikan Taqlid “penerimaan perkataan seseorang sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal kata itu”.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, Taqlid ialah mengikuti pandapat orang lain yang dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum agama Islam tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudzarat hukum itu.
Dan yang berkaitan dengan taqlid adalah ittiba’.ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang baik itu ulama atau yang lainnya dengan didasari pengetahuan dalil yang dipakai oleh ulama tersebut. Ibnu Khuwaizi Mandad mengatakan : "Setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan dalil padanya, maka engkau adalah muttabi’(orang yang mengikuti).
Menurut ulama ushul, ittiba` adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan, yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.
2. Hukum Taqlid
1.      Taqlid yang haram
Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini.Taqlid ini ada tiga macam :
a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.
b. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, seperti orang yang menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan, keahlian, atau kekuatan berhala tersebut.
c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.[3]
2.      Taqlid yang dibolehkan
Dibolehkan bertaqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum Allah dan Rasul-Nya yang berhubungan dengan persoalan atau peristiwa, dengan syarat yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu. Jadi sifatnya sementara. Misalnya taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.
Ulama muta akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat kedalam dua golongan:
a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat dari keempat madzhab.
b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid kepada ulama-ulama.
Golongan awam harus mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar pendapat itu (taqlid dalam pengertian bahasa).
3.      Taqlid yang diwajibkan
Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW.


3. Taqlid yang Berkembang
Taqlid yang berkembang sekarang, khususnya di Indonesia ialah taqlid kepada buku, bukan taqlid kepada imam-imam mujtahid yang terkenal ( Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, As Syafi`i, dan Hambali).
Jamaludin al Qusini (W. 1332 H) : “segala perkataan atau pendapat dalam suatu mazhab itu tidak dapat dipandang sebagai mazhab tersebut, tetapi hanya dapat dipandang sebagai pendapat atau perkataan dari orang yang mengatakan perkataan itu”.
Taqlid kepada yang mengaku bertaqlid kepada imam mujtahid yang terkenal, sambil menyisipkan pendapatnya sendiri yang ditulis dalam kitab-kitabnya. Taqlid yang seperti ini tidak dibolehkan oleh Ad Dahlawi, Ibnu Abdil Bar, Al Jauzi dan sebagainya.

4. Pendapat Imam Mazhab tentang Taqlid
a. Imam Abu Hanifah (80-150 H) Beliau merupakan cikal bakal ulama fiqh. Beliau mengharamkan orang mengikuti fatwa jika orang itu tidak mengetahui dalil dari fatwa itu.
b. Imam Malik bin Anas (93-179 H) Beliau melarang seseorang bertaqlid kepada seseorang walaupun orang itu adalah orang terpandang atau mempunyai kelebihan. Setiap perkataan atau pendapat yang sampai kepada kita harus diteliti lebih dahulu sebelum diamalkan.
c. Imam asy Syafi`i (150-204 H) Beliau murid Imam Malik. Beliau mengatakan bahwa “ beliau akan meninggalkan pendapatnya pada setiap saat ia mengetahui bahwa pendapatnya itu tidak sesuai dengan hadits Nabi SAW.
d. Imam Hambali (164-241 H) Beliau melarang bertaqlid kepada imam manapun, dan menyuruh orang agar mengikuti semua yang berasal dari Nabi SAW dan para sahabatnya.Sedang yang berasal dari tabi`in dan orang-orang sesudahnya agar diselidiki lebih dahulu.Mana yang benar diikuti dan mana yang salah ditinggalkan.

C.    TALFIQ
1)      Pengertian Talfiq menurut bahasa adalah menutup, menambal, tak dapat mencapai, dan lain sebagainya.Adapun “talfiq” yang dimaksudkan dalam pembahasan ushul fiqh adalah “Beramal dalam suatu masalah dengan hukum yang terdiri dari kumpulan (gabungan) dari dua madzhab atau lebih.[4]
2)      Hukum Talfiq Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai status hukum talfiq. Ada pendapat yang membolehkan talfiq dan ada pendapat yang tidak membolehkan talfiq. Diantara pendapat itu ialah :
·         Menurut Al-Kamal bin Al-Humam, yang membolehkan talfiq dalam segala hal, walaupun dalam soal ibadah dan dengan maksud mencari keringanan, dengan alasan :
Ø  Tidak ada nas dalam al-Qur’an maupun Sunnah yang mewajibkan seseorang harus terikat dengan satu pendapat atau madzhab seorang ulama tertentu. Demikian juga tidak ada nas yang secara tegas melarang seseorang untuk berpindah mazhab. Yang ada adalah nas tentang kewajiban orang yang tidak mengerti untuk bertanya kepada ulama (adz-dzikr), sesuai dengan keumuman ayat : “Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”
Ø  Pada hakikatnya, talfiq berlaku hanya pada masalah fiqhiyah (hasil ijtidah para Imam Mujtahid). Dalam masalah ini berlaku kaidah “Ijtihad tidak dapat digugurkan oleh ijtihad lain”, dan penerapannya harus mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan kemaslahatan.
Ø  Mewajibkan seseorang untuk terikat pada satu madzhab, akan mempersulit umat. Hal ini sejalan dengan prinsip umum pensyariatan hukum islam, yaitu kemudahan dan kemaslahatan.
Ø  Pendapat yang mengatakan bahwa seseorang tidak boleh berpindah mazhab muncul dari kalangan ulama khalaf (muta’akhkhirin) setelah mereka dihinggapi penyakit fanatik mazhab. Membiarkan hal ini bukan saja menyebabkan umat islam terkotak-kotak dan pecah, tetapi juga menyebabkan fiqih menjadi beku dan kaku.
Ø  Membenarkan talfiq bukan saja akan membawa pada kelapangan, tetapi juga akan menjadikan fiqih selalu dinamis dan dapat menjawab tantangan zaman. Sebab pengkajian komparatif atas fiqih akan tumbuh subur dan dengan demikian, fiqih akan selalu hidup dan berkembang.
Ø  Membenarkan talfiq, dengan syarat bukan pada satu qadiah, bertentangan dengan realitas.
Ø  Kenyataan yang terjadi di kalangan Sahabat menunjukkan bahwa orang boleh meminta penjelasan hukum kepada sahabat junior, walaupun ada Sahabat yang lebih senior. Hal ini sudah merupakan ijma’ para Sahabat.

·         Menurut Al-Qaffal, manakala seseorang telah memilih suatu madzhab, maka ia harus berpegang teguh pada madzhab yang telah dipilihnya itu. Dengan kata lain ia tidak diperbolehkan berpindah, baik secara keseluruhan maupun sebagian, ke mazhab lain. Hal ini sama halnya dengan seorang mujtahid : manakala sudah memilih salat satu dalil, ia harus tetap berpegang pada dalil tersebut, karena dalil yang dipilihnya adalah dalil yang dipandangnya rajih, yang secara tidak langsung berarti bahwa dalil lain yang tidak dipilihnya adalah marjuh. Sehingga secara rasional hal itu mengharuskan ia mengamalkan dalil yang dipandangnya kuat itu. Demikian pula dengan muqallid, apabila telah memilih salah satu mazhab, berarti mazhab yang dipilihnya itu dipandangnya rajih secara ijmali. Secara rasional ia tentu harus tetap mempertahankan pilihannya itu.
·         Madzhab Syafi’iy tidak membenarkan seseorang berpindah mazhab, baik secara keseluruhan masalah atau dalam satu masalah saja.
·         Mazhab Hanafy membolehkan talfiq dengan syarat bahwa, masalah yang di-talfiq-an itu bukan dalam satu masalah, contoh :berwudhu menurut mazhab syafii, sedang pembatalannya menurut mazhab hanafi, atau menyapu muka dalam berwudhu menurut syafii, sedangkan mengusap rambut dalam hal berwudhu juga menurut mazhab maliki
Di Indonesia sendiri, kebutuhan akan hal tersebut nampak jelas, seperti terasa sewaktu menyusun Undang-undang Perkawinan (UU. No. 1/1974) : antara lain mengambil ketentuan di luar mazhab Syafi’i, yakni mengenai batasan umur waktu menikah, 18 tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk laki-laki. Undang-undang tersebut juga tidak mengenai wali mujbir yang dianut mazhab Syafi’i. Demikian pula hukum waris, misalnya warisan dzawil arham, bagian cucu dari harta kekayaan kakeknya dalam kasus si ayah meninggal lebih dahulu sebelum kakeknya, dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa cucu tersebut dijadikan sebagai ahli waris pengganti.

D.    Hidayah
            Ustadz Aam Amirudin menjawab tentang hal ini didalam acara di salah satu stasiun televisi. Menurut pemaparan ustadz, hidayah itu terbagi menjadi beberapa pengertian yaitu:
1)      Hidayah Insting
Untuk bisa memahami Hidayah Insting, kita akan ambil contoh seorang bayi.  Ketika bayi itu lapar maka secara otomatis bayi tersebut menangis, padahal belum ada orang yang mengajarkan atau tanpa kita ajarkan pun, maka bayi akan tetap menangis ketika lapar, bahkan menurut penelitian terbaru ketika seorang bayi diletakkan di dada ibunya maka secara otomatis bayi tersebut akan mencari asi.
2)      Hidayah Panca Indera
Hidayah Panca Indera adalah sarana yang Allah swt telah berikan kepada kita berupa panca indera, baik penglihatan, penciuman maupun yang lainnya
3)      Hidayah Akal
Hidayah panca indera, adalah hidayah yang diberikan oleh Allah swt kepada seluruh makhluknya, bahkan kalau dibandingkan panca indera hewan ada yang lebih dari panca indera manusia, seperti penglihatan elang lebih tajam dibanding penglihatan kita sebagai manusia.   
Ada hal yang menjadi berbeda antara kita dengan makhluk Allah yang lainnya, yaitu akal. Akal inilah yang merupakan salah satu dari hidayah yang Allah swt telah berikan kepada kita
4)      Hidayah Agama       
Ketiga hidayah diatas merupakan hidayah yang sudah Allah berikan kepada kita, tetapi ketiga hidayah tersebut belumlah cukup, karena ketiga hidayah diatas memiliki keterbatasan. Hidayah agama inilah yang kemudian akan menuntun manusia ketika manusia diambang keterbatasan, sebagaimana microskop yang bisa membantu manusi melihat sesuai yang teramat kecil untuk dilihat oleh kasat mata. Hidayah agama terbagi menjadi 2, yaitu:
       I.            Hidayah Dilalah (Hidayah mempelajari agama/teori)
Hidayah ilmu pengetahuan yang bisa kita pelajari, seperti belajar tentang sholat, dan pelajaran lainnya yang bersikap keilmuan. Ketika seseorang memiliki ketertarikan dalam mempelajari ilmu agama, maka secara tidak langsung orang tersebut telah mendapat hidayah, tetapi bukan berarti ini bersifat pemberian, karena setiap kita pasti bisa untuk membaca atau mencari ilmu.
    II.            Hidayah Taufiq (Hidayah menjalankan perintah agama)
Hidayah dilalah bagi kita belumlah cukup, karena ilmu yang tidak diamalkan maka tidak akan memiliki nilai disisi Allah SWT. Kita memerlukan hidayah taufiq, adalah hidayah yang kemudian mendorong seseorang untuk mau beramal sesuai dengan pemahaman ilmu yang telah dipelajari, untuk bisa mendapatkan hidayah taufiq pun kita tidak boleh pasif, tetapi kita harus aktif membiasakan beramal, karena ketika seseorang sudah mulai beramal, maka akan muncul sebuah perasaan merasa kehilangan ketika tidak mengerjakan atau merasakan ketentraman dan kenyaman atas amalan ibadah yang dilakukannya.
Kesimpulannya adalah bahwa hidayah itu bukan sesuatu yang diberikan begitu saja tetapi sesuatu yang perlu kita usahakan, dan sarana-sarana untuk mendapatkan hidayah sudah Allah SWT sediakan buat kita.[5]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
ifta’ atau fatwa yaitu  “Usaha memberikan pennjelasan tentang hukum syara’ oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya”. taqlid “penerimaan perkataan seseorang sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal kata itu”. "Setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan dalil padanya, maka engkau adalah muttabi’(orang yang mengikuti). talfiq adalah“Beramal dalam suatu masalah dengan hukum yang terdiri dari kumpulan (gabungan) dari dua madzhab atau lebih. hidayah itu bukan sesuatu yang diberikan begitu saja tetapi sesuatu yang perlu kita usahakan, dan sarana-sarana untuk mendapatkan hidayah sudah Allah swt sediakan buat kita.







DAFTAR PUSTAKA
·         Amir Syarifuuddin, Ushul Fiqh, 2001, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
·         Mukhtar Yahya & Fatchur Rahman, Dasar Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,1986, Bandung: Alma’rif.
·         Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu dan dua, 2010,   Jakarta: Kencana Predana Media Group.
·         http://Ridwanaz.com/islami/pengertian-hidayah.







[1] amir syarifuuddin, Ushul Fiqh, 2001, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, hal.429
[2] Mukhtar yahya &Fatchur Rahman, Dasar Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, 1986, Bandung: Alma’rif, hal.403
[3]Basiq Djalil, ILMU USHUL FIQIH SATU DAN DUA, 2010, Jakarta:Kencana Predana Media Group, hal.202
[4] Basiq Djalil, ILMU USHUL FIQIH SATU DAN DUA, 2010, Jakarta:Kencana Predana Media Group, hal.207
[5]http://ridwanaz.com/islami/pengertian-hidayah